Rank News : Tak ada kata selain kejam, itulah ungkapan yang tepat untuk para sekelompok pencuri yang teganya menjarah alat pemantau deformasi dan mengambil kabel-kabelnya yang akan berakibat sangat fatal terhadap pemantauan gunung bromo. "Pemantauan menjadi tak sempurna. Kami sudah melapor ke pihak  berwajib, kalau ada apa-apa kami tak bertanggung jawab penuh, kalau  gunung meletus lebih besar," kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi  Bencana Geologi (PVMBG), Selasa, 29 Maret 2011. Ditambahkan dia, pihaknya sudah berusaha melakukan pencegahan dengan melakukan sosialisasi. "Itu yang kami lakukan, nggak  mungkin kami menjaga alat di pucuk gunung sambil jongkok," tambah pria  yang akrab dipanggil 'Mbah Rono' itu. Surono juga memahami, pihak  kepolisian juga tak  bisa menjaga alat yang berada jauh di ketinggian  itu. Meski hilang di wilayah Bromo, Surono yakin bukan warga setempat yang  mencurinya. "Pasti bukan masyarakat situ, warga Bromo sangat religius  dan memegang adat yang kuat. Saya tahu pasti seperti apa mereka."
Bahkan, saat Bromo meletus, warga menolak sumbangan, karena menganggap letusan 'Gunung Brahma' itu sebagai berkah.Diceritakan  dia, masyarakat lokal tak mungkin mempertaruhkan nyawanya, juga seisi  desa dengan mencuri alat pemantau gunung. "Seperti di Gunung Sinabung,  warga sangat marah saat krisis alat pemantau diambil orang. Untung  ketemu dalam sehari, malingnya sampai dihakimi massa." 
Penjarah alat pantau Bromo, tambah Surono, mungkin hanya akan mendapat beberapa ribu rupiah dari hasil penjualan barang jarahannya di pasar loak. "Yang mahal paling akinya, mereka tidak tahu harga asli alat itu bisa 1.000 hingga 100 ribu kali lipat."
Namun, yang paling dirugikan tak lain adalah masyarakat Bromo. "Bayangkan, Bromo kan daerah wisata, warga membutuhkan informasi dari kami kapan mereka bisa turun, jualan atau memandu," kata Surono. Sehari-hari, warga bahkan aktif bertanya ke pos pemantauan. "Kini mereka jadi sulit."
pencuruan atas peralatan pemantau di gunung bromo sudah buan kali pertamanya terjadi. sebuah alat di gunung Dempo sbelumnya juga pernah disantroni pencuri, tida hanya itu di Gunung Guntur sudah terjadi beberapa belas kali pencurian.
Penjarah alat pantau Bromo, tambah Surono, mungkin hanya akan mendapat beberapa ribu rupiah dari hasil penjualan barang jarahannya di pasar loak. "Yang mahal paling akinya, mereka tidak tahu harga asli alat itu bisa 1.000 hingga 100 ribu kali lipat."
Namun, yang paling dirugikan tak lain adalah masyarakat Bromo. "Bayangkan, Bromo kan daerah wisata, warga membutuhkan informasi dari kami kapan mereka bisa turun, jualan atau memandu," kata Surono. Sehari-hari, warga bahkan aktif bertanya ke pos pemantauan. "Kini mereka jadi sulit."
pencuruan atas peralatan pemantau di gunung bromo sudah buan kali pertamanya terjadi. sebuah alat di gunung Dempo sbelumnya juga pernah disantroni pencuri, tida hanya itu di Gunung Guntur sudah terjadi beberapa belas kali pencurian.
Rank News
Sumber : VIVAnews.com








0 komentar:
Posting Komentar